Senin, 13 April 2015





MEMBUAT PETA KONSEP TEORI BERPIKIR/ BELAJAR SISWA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, MA. 

  Disusun oleh Diana Setyorini

A. Review teori Belajar/Alur Pikir siswa
1.    Behaviorism theory

Teori behaviorism ini meliputi teori user cash/ test dan instructional design_CAI. Teori behaviorism, suatu teori pembelajaran, dimana perilaku menjadi hal yang diamati, diuji dan diverifikasi. Behaviorisme suatu paham yang memusatkan perhatian tentang bagaimana stimulus-stimulus lingkungan menyebabkan perubahan perilaku-perilaku (respons) seseorang. Teori behavioristik memberikan manfaat bagi guru untuk memahami dan membantu siswa memperoleh perilaku yang lebih kompleks, produktif, dan prososial.. Guru menggunakan berbagai cara yang positif, seperti memberikan penghargaan dan pujian untuk memperkuat perilaku positif pada siswa dan hukuman untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
Perkembangan teori behaviorisme tidak terlepas dari beberapa tokoh yang memberikan sumbangan pemikirannya, yaitu:
·      Ivan Pavlov (1849-1936)
Ivan Pavlov terkenal dengan teori pengkondisisan klasik. Dia menyimpulkan bahwa anjing akan mengelaurkan air liur liur (respon berkondisi) jika menerima makanan (stimulus berkondisi). Pavlov menemukan bahwa dengan dering bel (stimulus netral) setiap kali dia memberi daging (stimulus berkondisi) untuk anjing, anjing akhirnya akan mengeluarkan air liur (respon) dari hanya mendengar bel (stimulus).
·      John B Watson (1878-1958)
John B Watson terkenal dengan teori pengkondisian operan. Dia Meneliti seorang anak kecil bernama Albert bermain dengan tikus putih. Saat Albert sedang bermain dia menggedor boks Albert dengan palu, hal ini menyebabkan Albert menangis. Kemudian Watson mengulangi hal itu hingga tujuh kali sehingga Albert mengeluarkan respon emosional berupa ketakutan yang disebabkan hanya dengan melihat tikus.
·      Burrhus Frederick Skinner (1904-1990)
Skiner terkenal dengan teori behaviorisme radikal. Dia meneliti bagaimana imbalan dan hukuman mempengaruhi perilaku. Dalam penelitiannya menempatkan tikus dalam kotak dengan tuas. Jika tikus mendorong tuas, tikus akan mendapat makanan. Akhirnya tikus belajar bahwa menekan tuas meghasilkan hadiah berupa makanan (Myers:1995). Dalam Wolman:1973 menyebutkan bahwa penggunaan computer meningkatkan pengalaman belajar bagi banyak siswa. Dalam penggunaan pelatihan berbasis komputer (CAT) atau instruksi berbantuan computer (CAI) maka siswa akan memperoleh pengetahuan dan berusaha melakukan yang terbaik. Sehingga dengan ini siswa dapat maju melalui kurikulum dengan kecepatan sendiri.
a.       Kritik dari Behaviorisme
·      Dalam Beatty (2002) bahwa pembejaran dengan menerapkan teori behaviorisme terlalu banyak menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran.
·      Dalam Mergel (1998) bahwa behaviorisme tidak terlihat memiliki manfaat apapun untuk belajar/dalam pembelajaran. Karena dalam behaviorisme siswa dilatih untuk menerima umpan balik langsung dengan demikian mereka hanya termotivasi sisi eksternalnya.
·      Dalam Graham (2007) Behaviorisme mengabaikan fungsi-fungsi internal yang terdapat pada otak yang meliputi motivasi, memori dan pemahaman.

2.    Social Cognitif Theory

Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang mempengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial.
Konsep utama dari teori kognitif sosial adalah observational learning atau proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang "model" di dalam lingkungan seorang individu, misalnya saja teman atau anggota keluarga di dalam lingkungan internal, atau di lingkungan publik seperti para tokoh publik di bidang berita dan hiburan, proses belajar dari individu ini akan terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut. Terkadang perilaku seseorang bisa timbul hanya karena proses modeling. Modeling atau peniruan merupakan "the direct, mechanical reproduction of behavior, reproduksi perilaku yang langsung dan mekanis (Baran & Davis, 2000: 184). Sebagai contoh, ketika seorang ibu mengajarkan anaknya bagaimana cara memasang kancing baju dengan memeragakannya berulang kali sehingga si anak bisa memasang kancing bajunya sendiri, maka proses ini disebut proses modeling. Teori kognitif sosial kembali ke konsep dasar "rewards and punishments" (imbalan dan hukuman) tetapi menempatkannya dalam konteks belajar sosial.
Teori kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan sang "pengamat" untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan yang dipunyainya untuk menampilkan perilaku tersebut. Kepercayaan ini disebut dengan self-efficacy atau efikasi diri (Bandura1977) dan hal ini dipandang sebagai sebuah prasayarat kritis dari perubahan perilaku.
Teori Kognitif Sosial memberikan sebuah penjelasan tentang bagaimana perilaku bisa dibentuk melalui pengamatan pada model-model yang ditampilkan oleh media massa. Efek dari pemodelan ini meningkat melalui pengamatan tentang imbalan dan hukuman yang dijatuhkan pada model, melalui identifikasi dari khalayak pada model tersebut, dan melalui sejauh mana khalayak memiliki efikasi diri tentang perilaku yang dicontohkan di media. Social Cognitif theory, meliputi social learning theory, connectivism dan Components_of_Cognitive_Apprenticeship:_Scaffolding.
3.    Cognitive Information Processing

Proses informasi kognitif, merupakan teori tentang proses penerimaan informasi kognitif, didalamnya terdapat beberapa teori, yaitu, situated cognition/learning theory, knowledge forum, Components of Cognitive Apprenticeship: Scaffolding dan complexity theory. Situated cognition/learning theory merupakan teori yang dikemukakan oleh Etienne Wenger yang menyajikan premis di belakang dasar-dasar teori kognisi terletak sebagai berikut:
a.       Kami adalah makhluk sosial. Jauh dari sepele benar, fakta ini merupakan aspek penting dari pembelajaran.
b.      Pengetahuan adalah masalah kompetensi sehubungan dengan usaha dihargai, seperti menyanyi selaras, menemukan fakta-fakta ilmiah, memperbaiki mesin, menulis puisi, yang ramah, tumbuh sebagai anak laki-laki atau perempuan, dan sebagainya.
c.       Mengetahui adalah masalah berpartisipasi dalam mengejar perusahaan tersebut, yaitu, keterlibatan aktif di dunia.
d.      Arti - kemampuan kita untuk mengalami dunia dan keterlibatan kami dengan itu bermakna - sebenarnya untuk apa belajar adalah untuk menghasilkan (Wenger, 1998, hal.4, di Driscoll, 2005, p.164).

Sesuai dengan Zona Vygotsky Pembangunan Proximinal (ZPD), perancah memungkinkan pelajar untuk memindahkan tugas dari ZPD mereka ke Zona mereka Aktual Pembangunan (ZAD). Wood, Bruner, dan Ross (1976, seperti yang dikutip oleh Rollins Burch, 2007) pertama kali digunakan perancah istilah untuk menggambarkan pembelajaran bahasa cara orang tua difasilitasi pada anak-anak mereka. Perancah digambarkan sebagai sistem pendukung yang membantu anak-anak mencapai sukses pada tugas-tugas yang terlalu sulit bagi mereka untuk mencapai sendiri. Bruner Teori ini dibangun di atas karya Vygotsky. Sebuah tingkat pelajar pembangunan sebenarnya scaffolded dengan tingkat perkembangan potensi mereka. Perancah adalah jenis tertentu guru (atau lebih dikenal lainnya, MKO) dukungan yang membantu pelajar mencapai tugas yang mereka tidak akan mampu mencapai tanpa bantuan; bantuan yang diberikan hanya pada saat dibutuhkan, yang dirancang untuk membantu pekerjaan pelajar dengan meningkatkan kemandirian.
Teori kompleksitas, juga dikenal sebagai Teori Sistem, menggambarkan kehidupan sebagai lingkungan yang selalu berubah. Variabel dalam suatu sistem dapat berubah dan mempengaruhi hasil dalam cara yang tak terduga. Perubahan tidak mengikuti jalur linear diprediksi. Sebaliknya itu cabang di banyak arah yang membentuk jalur non-linear yang kompleks. Pendidikan tradisional dirancang untuk jalur linear dengan hasil diprediksi. Pendidikan perlu berevolusi untuk beradaptasi dengan jalur non-linear yang kompleks untuk membantu peserta didik untuk mengadopsi berubah seperti yang terjadi. Hyperlink Internet memungkinkan pembaca untuk membuat cabang dari dan ke arah yang berbeda dan memberikan contoh yang baik dari kompleksitas yang mirip dengan proses pemikiran manusia.
4.    Meaningful Learning Theory

Suatu teori yang didalamnya mencakup teori PBL, ZPD dan evaluation in instructional design. Pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Sehingga kegiatan pembelajaran yang menyenangkan serta bermakna akan menjadi hal yang sangat bermanfaat bagi siswa khususnya untuk meningkatkan motivasi mereka agar mau belajar. Jika penyajian pembelajaran tidak dilaksanakan secara bermakna maka siswa akan menjadi kurang tertarik / tidak berminat dalam mengikuti pembelajaran. 
Untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna maka model pembelajaran yang akan diterapkan guru pun menyesuaikan, salah satunya yaitu melalui Problem Based Learning (PBL). PBL merupakan sebuah pendekatan belajar kontruktivisme yang menjadikan siswa sebagai pusat belajar. Sehingga bentuk pembelajarannya aktif yang mencakup tiga definisi yaitu:
a.    Pembelajaran dirancang secara relevan sesuai dengan kemampuan siswa dan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan menyediakan berbagai startegi pemecahan masalah.
b.    Siswa belajar dalam lingkungan yang melibatkan kempuannya sendiri serta partisipasinya dalam kelompok kecil. Sehingga besar sekalli partisipasi siwa dalam pembelajaran dan peran guru memfasilitasi belajar siswa.
c.    Penialaian dan Evaluasi memainkan peran penting dalam model PBL.  Dalam M. Kumar & U. Natarajan (2007) menyebutkan bahwa tugas guru dapat menggabungkan alat penilaian/evaluasi dalam lingkungan belajar siswa.
Bagan Model PBL
                               

Terdapat beberapa pedoman desain masalah dalam model PBL sebagai berikut:
a.    Masalah harus didasarkan sekitar skenario umum di lapangan.
b.     Masalah harus menyediakan pedoman bagi siswa yang terdiri atas berbagai keterampilan.
c.     Masalah harus dirancang agar dapat mengangkat topic penyelidikan untuk mencakup kedua tingkat kognisi dan meta kognisi.
d.   Menyediakan berbagai informasi tambahan.
e.    Tutor atau fasilitator tidak harus seorang ahli, dapat diambil dari siswa yang lebih pandai yang dapat mengidentifikasi topic yang siswa harus bahas dalam sesi kelompok dan menuntun mereka dalam diskusi.
f.      Materi visual juga dapat disertakan dalam masalah meskipun itu tergantung pada sumber daya yang tersedia.
g.     Masalah harus menangani masalah-masalah nyata yaitu meliputi tiga alasan yaitu:
·      Masalah yang benar-benar sulit akan membuat siswa semakin kaya dalam mencari solusi infromasi pemecahannya.
·      Masalah nyata dapat memotivasi siswa untuk belajar.
·      Pada akhirnya siswa ingin belajar dari hasil permasalahan tersebut.
h.     Dalam merancang masalah harus yang memiliki solusi yang jelas, dari yang sederhana menuju yang lebih rumit.
i.       Masalah harus membangun pengetahuan sebelumnya agar siswa termotivasi secara efektif untuk memecahkan maslah.
j.       Belajar dalam kelompok kecil adalah metode yang paling bermanfaat bagi siswa untuk bekerja dalam tim.
Dalam Sungur et al (2006) menyebutkan bahwa tujuan dari PBL adalah untuk mempersiapkan siswa agar siap untuk pengaturan yang benar untuk hidup serta meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan cara mengharuskan siswa untuk berpikir tentang masalah kritis dan menganalisis data untuk menemkan solusi. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang banyak diterapkan dalam kehidupan manusia. Pendekatan PBL membantu siswa untk mempersiapkan siswa berpikir kritis dan analitis sehingga pengetahuan yang dipelajari melalui sekolah dapat diterapkan dengan lebih baik di dunia nyata. Berikut adalah beberapa manfat PBL dalam pendidikan matematika yaitu:
a.       Melatih kemandirian dan tanggung jawab siswa.
b.      Memberikan siswa berbagai permaslah yang realistis yang sesuai dengan konteks tertentu.
c.       Menunjukkan siswa bahwa ada lebih dari satu cara untuk memecahkan masalah.
d.      Meningkatkan kerja kelompok atau kolaborasi dalam matematika.
e.       Meningkatkan motivasi diri dan berpikir kritis.
f.       Membantu siswa menunjukkan pemahaman dan pengertahuan mereka dalam cara yang non tradisional.
g.      Mendorong pembelajaran seumur hidup.
Dari sinilah dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa model PBL pada berbagai mata pelajaran khususnya matematika memberikan kepada siswa sebuah pembelajaran yang bermakna. Ketika siswa telah merasakan bahwa pembelajaran ini bermanfaat bagi kehidupannya maka kebermaknaannya dari pembelajaran tersebut akan semakin terasa.
Selain menggunakan PBL dalam desain pembelajaran yang bermakna dapat pula dengan menggunakan Collaborative learning yang bermula dari teori Vygotski, yang menyebutkan adanya ZPD (Zone Proximal Development). Dalam Vianna (2006) menyebutkan bahwa Vygotski berusaha menjelaskan perkembangan anak melalui praktek kolaboratif informatif yang melibatkan pengaruh budaya, alat-alat budaya, dan individu lainnya. Dalam Vygotsky (1978) menyebutkan definisi ZPD yaitu "jarak antara tingkat perkembangan aktual seperti yang ditentukan oleh pemecahan masalah independen dan tingkat perkembangan potensial yang ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa, atau bekerja sama dengan rekan-rekan yang lebih mampu. Dalam Woolfolk (2000) juga menyebutkan bahwa ZPD adalah area di mana anak tidak bisa memecahkan masalah sendirian tapi berhasil dapat menyelesaikannya di bawah bimbingan atau bekerja sama dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih maju - ini adalah di mana pembelajaran yang memungkinkan. Salah satu model pembelajaran yang terkait dengan teori ini yaitu melalui collaborative learning. Dengan collaborative learning siswa berlatih bekerjasama, saling membantu dalam menyelesaikan tugas belajar, sehingga tumbuh dalam diri siswa keyakinan (self efficacy) yang kuat untuk dapat menyelesaikan suatu masalah ataupun tugas saat pembelajaran. Didalam collaborative learning juga terdapat pengajaran timbal balik, strategi inilah yang menyediakan cara untuk mengases zona perkembangan proksimal (ZPD). Selain collaborative learning terdapat model pembelajaran untuk mendukung ZPD siswa yaitu melalui partisipasi terpadu, magang, penemuan (mendorong siswa untuk mencoba keterampilan baru, pemodelan, guru juga dapat menggunakan petunjuk serta memberikan pertanyaan terkemuka bagi siswa.
Telah disebutkan di atas bahwa penialaian dan evaluasi memainkan peran penting dalam model PBL. Evaluasi merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Tujuan dari evaluasi pembelajaran adalah memberikan umpan balik tentang pembelajran dan membimbing guru dan siswa untuk membuat tugas-tugas pembelajaran yang tepat.
Dalam sudut pandang kontruktivifisme, evaluasi dapat dilaksanakan melalui penilaian formatif, sumatif dan penilaian diri. PBL termasuk model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivis  sehingga bentuk evaluasi cenderung subyektif dalam proses pembelajarannya pun siswa mencapai pengetahuan dengan mengkonstruk/ membangun  pengetahuan itu sendiri. Evaluasi kontruktivisme berfokus pada poses belajar individu dalam mencapai proses penciptaan pengetahuan. Setiap pelajar yang dianggap berbeda dengan kekuatan individu, kelemahan, dan pengetahuan sebelumnya dan pengalaman. Evaluasi berfokus pada bagaimana peserta didik mampu mempelajari materi baru melalui menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya untuk membuat ikatan abadi dalam pikiran pembelajar. Melalui hubungan ini, siswa dievaluasi pada kemampuan mereka untuk menerapkan pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata sehingga pengetahuan yang didapatkanakan semakinkuat dalam pikiran siswa.
5.    Developmental  Approach

Teori Developmental Approach, merupakan teori belajar anak berdasarkan tahap tumbuh kembang si anak. Teori Developmental, meliputi development stage theory, Problem Based Learning dan Evaluation Constructivist Learning. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Piaget, bahwa anak-anak bisa mengembangkan kognisi dan pengetahuan melalui serangkaian tahap perkembangan. Untuk berpindah dari satu tahap ke tahap berikutnya, melalui penggunaan asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan, keuntungan dan membangun schemata, yang ditransfer ke tahap berikutnya dan dibangun lebih lanjut atas secara constructionivst (wikipedia.org). Syarat utama terjadinya proses pengembangan kognitif dan pengetahuan menurut Piaget:
·         Asimilasi : Memasukkan struktur logis baru (atau skema) ke yang sudah ada bahwa kita kemudian berlaku untuk dunia di sekitar kita.
·         Akomodasi : Memodifikasi struktur logis atau skema untuk kesepakatan yang lebih baik dengan lingkungan.
·         Equalibriation: Keseimbangan antara struktur kognitif asimilasi dan akomodasi dalam mencapai pengetahuan,
·         Egosentrisme : Kegagalan untuk memahami bagaimana titik orang lain pandang mungkin berbeda dari mereka sendiri. Penelitian Piaget menunjukkan fakta bahwa egocentrisim paling menonjol sebelum usia enam atau tujuh. Namun, kemudian penelitian Piaget, serta yang lain peneliti, telah memperkirakan bahwa egosentrisme dapat timbul pada setiap tahap perkembangan, tetapi dalam bentuk yang baru dan berbeda.
Empat tahap perkembangan menurut piaget:
1.    Tahap sensori-motor (0 – 2 tahun)
·         Kecerdasan ini ditunjukkan melalui aktivitas motorik tanpa menggunakan simbol-simbol.
·         Pengetahuan tentang dunia terbatas karena didasarkan pada interaksi fisik / pengalaman.
·         Anak-anak mendapatkan objek permeance sekitar 7 bulan.
·         Pembangunan fisik (mobilitas) memungkinkan anak untuk mulai mengembangkan kemampuan intelektual baru.
·         Beberapa simbolik (bahasa) kemampuan yang dikembangkan pada akhir tahap ini
2.    Tahap pra operasional (2-7 tahun)
·         Intelijen ditunjukkan melalui penggunaan simbol-simbol, penggunaan bahasa dewasa, dan memori dan imajinasi dikembangkan.
·         Berpikir dilakukan dalam nonlogical, cara nonreversable.
·         Dominan Berpikir egosentri
3.    Tahap operasional konkret ( 7-11 tahun)
·         Kecerdasan ini ditunjukkan melalui manipulasi logis dan sistematis simbol yang berkaitan dengan benda-benda konkrit.
·         Pemikiran operasional berkembang (tindakan mental yang bersifat reversibel).
·         Pemikiran egosentris berkurang
4.    Tahap operasional formal (11 tahun-dewasa)
·      Kecerdasan ini ditunjukkan melalui manipulasi logis dari simbol yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.
·      Pada awal periode ini ada kembali ke pemikiran egosentris.
·      Banyak orang dewasa tidak pernah mencapai tahap ini.

6.    Social Formation Theory

Teori formasi sosial, menyangkut di dalamnya adalah social learning theory, collaborative knowledge building model, connectivism, ZPD, collaborative learning, dan teori modeling. Inti dari teori formasi sosial adalah bahwa pembelajaran melibatkan suatu komunitas belajar yang saling terkait dan saling memberikan masukan demi kemajuan bersama. Atau dengan kata lain pembelajaran dengan cara berkolaborasi.
Pembelajaran kolaboratif adalah suatu situasi di mana dua atau lebih orang belajar atau mencoba untuk belajar sesuatu bersama-sama. (Dillenbourg: 1999) Tidak seperti belajar individu, orang yang terlibat dalam pembelajaran kolaboratif memanfaatkan satu sama lain sumber daya dan keterampilan (Chiu: 2000). Menurut Chiu (2008) pembelajaran kolaboratif didasarkan pada model bahwa pengetahuan dapat dibuat dalam populasi di mana anggota aktif berinteraksi dengan berbagai pengalaman dan mengambil peran asimetri. Pembelajaran kolaboratif mengacu pada metodologi dan lingkungan di mana peserta didik terlibat dalam tugas umum di mana setiap individu tergantung dan bertanggung jawab satu sama lain (Mitnik: 2009). Termasuk di dalamnya percakapan tatap muka (Chiu: 2008) dan diskusi komputer (forum online, chat room, dll.).
Pembelajaran kolaboratif sangat berakar pada pandangan Vygotsky bahwa ada sifat sosial yang melekat pembelajaran yang ditunjukkan melalui teori Zone of Proximal Development (ZPD). Seringkali, pembelajaran kolaboratif digunakan sebagai istilah umum untuk berbagai pendekatan dalam pendidikan yang melibatkan upaya intelektual bersama oleh siswa atau siswa dan guru (Lee: 2000). Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif umumnya digambarkan ketika kelompok siswa bekerja sama untuk mencari pemahaman, makna, atau membangun pengetahuan mereka (Smith: 1992). Kegiatan belajar kolaboratif dapat mencakup menulis kolaboratif, proyek kelompok, pemecahan masalah bersama, debat, tim studi, dan kegiatan lainnya (Chiu:2004).
Vygotsky berusaha untuk menjelaskan perkembangan anak melalui praktek kolaboratif transformatif yang melibatkan pengaruh budaya, alat-alat budaya, dan individu lainnya (Vianna, 2006). Penekanan pada perkembangan pembelajaran ini adalah kolaborasi, yang mengarah pada Zone of Proximal Development Vygotsky (ZPD). Vygotsky menyatakan bahwa ZPD adalah "jarak antara tingkat perkembangan aktual seperti yang ditentukan oleh pemecahan masalah independen dan tingkat perkembangan potensial yang ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa, atau bekerja sama dengan rekan-rekan yang lebih mampu. "(Vygotsky, hal. 86, 1978). Atau dengan kata lain, ZPD adalah area di mana anak tidak bisa memecahkan masalah sendirian tapi berhasil dapat menyelesaikannya di bawah bimbingan atau bekerja sama dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih maju (Woolfolk, 2000, p. 47).
Melalui bantuan orang lain, pelajar mungkin dapat mencapai pengetahuan lebih dari ketika pelajar belajar sendiri. Ide bimbingan telah terlihat, di mana pengetahuan pelajar dibangun secara berlapis, dengan masing-masing tingkat instruksi pada lapisan lain (Oxford, 1997). Bimbingan rekan-rekan yang lebih kompeten membantu dalam pengalaman pelajar (Vygotsky, 1978). Kuncinya adalah pada akhirnya peserta didik akan dapat melakukan tugas yang sama terkait atau memahami konsep tanpa bantuan dari rekan atau pendidik.
Pembelajaran kolaboratif terjadi ketika individu secara aktif terlibat dalam sebuah komunitas di mana pembelajaran terjadi melalui upaya kolaboratif eksplisit atau implisit. Pembelajaran kolaboratif sering digambarkan sebagai proses kognitif dimana orang dewasa berpartisipasi sebagai fasilitator pengetahuan dan anak-anak sebagai penerima. Namun, masyarakat Amerika menggambarkan bahwa pembelajaran kolaboratif terjadi karena partisipasi individu dalam belajar terjadi pada bidang horizontal di mana anak-anak dan orang dewasa adalah sama. Menurut Paradise (1985) pembelajaran kolaboratif juga terjadi ketika anak-anak dan orang dewasa terlibat dalam aktivitas bermain, bekerja, dan kegiatan lainnya secara bersama-sama.

7.    Representation and discovery Learning

              Pada teori representation and discovery learning, meliputi teori PBL dan PBL_Math_Edu dan evaluation in instructional design. Dimana pada teori PBL dan PBL_Math_Edu, merupakan metode pembelajaran hands-on, pembelajaran aktif yang berpusat pada penyelidikan dan masalah dunia nyata. Siswa ingin membuat hubungan antara apa yang mereka pelajari dan apa yang mereka alami dalam kehidupan mereka dan masalah pembelajaran berbasis (PBL) pendekatan adalah cara sempurna antara teori dan pracice dalam matematika. Pendekatan PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis sehingga pengetahuan yang dipelajari melalui sekolah dapat lebih baik diterapkan ke dunia nyata.
Desain pembelajaran yang berpusat pada siswa memerlukan perancangan yang dapat digunakan untuk mengembangkan suatu produk atau system yang akan dapat digunakan serta bermanfaat bagi siswa. Dalam Norman (1988) menyebutkan manfaat dari desain pembelajaran yang berpusat pada siswa yaitu memudahkan untuk menentukan tindakan apa yang mungkin setiap saat, membuat hal-hal yang terlihat seperti konsep, tindakan, dan hasil, memudahkan untuk mengevaluasi keadaan system saat ini, dan membentuk hubungan yang alami serta memberikan tindakan yang tepat. Peran guru/desainer adalah memastikan bahwa pengguna dapat memanfaatkan produk sebagaimana yang dimaksud.
Didalam membuat sebuah desain pembelajaran diharapkan memenuhi kebutuhan standar isi dan menjawab pertanyaan “apa yang akan diajarkan”. Guru membutuhkan model pembelajaran yang sesuai dengan standar yang menunjukkan bagaimana pembelajaran dan pengajaran yang sesuai dengan standar konten serta basis informasi yang kuat. Universal Desain Pembelajaran (UDL) adalah teori pembelajaran yang telah dikembangkan oleh Rose dan Meyer, yang berusaha untuk memastikan bahwa lingkungan belajar, termasuk kurikulum, penilaian dan pengajaran dan alat belajar mempromosikan belajar dan menghilangkan hambatan untuk belajar.
Belajar menemukan adalah teknik pembelajaran berbasis penyelidikan dan dianggap sebagai pendekatan berbasis konstruktivis untuk pendidikan. Hal ini didukung oleh karya teoretisi belajar dan psikolog Jean Piaget, Jerome Bruner, dan Seymour Papert. Meskipun bentuk instruksi memiliki popularitas besar, ada beberapa perdebatan dalam literatur tentang kemanjurannya (Mayer, 2004). Pembelajaran menemukan terjadi dengan memecahkan suatu masalah di mana pelajar mengacu pada pengalamannya sendiri dan pengetahuan sebelumnya dan merupakan metode pengajaran di mana siswa berinteraksi dengan lingkungannya dengan mengeksplorasi dan memanipulasi benda, bergulat dengan pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan.

8.    Constructivist Approach

Merupakan teori belajar yang menggunakan pendekatan pada konsep membangun pikiran anak. Yang termasuk dalam teori ini adalah PBL Design, Evaluation in Instructional Design Kirkpatrick Level Model, Evaluation Constructivist Learning
Evaluasi merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Evaluasi dalam tujuan pembelajaran dari guru dan siswa, memberikan siswa dengan umpan balik tentang pembelajaran mereka, dan membimbing siswa untuk membuat tugas-tugas pembelajaran yang tepat. Evaluasi dapat mengambil bentuk berbagai metode seperti penilaian proses setelah belajar (juga dikenal sebagai penilaian formatif, penilaian diri, dan penilaian sumatif (//en.wikipedia.org/wiki/Summative_assessment]). Cukup sering dalam sistem pendidikan saat ini, penilaian sumatif adalah tanda titik-fokus didorong praktek penilaian dan tes standar. Namun, ada baru-baru ini terjadi pergeseran dari metode penilaian sumatif untuk diri dan metode penilaian formatif. Perubahan ini adalah keyakinan bahwa siswa harus menjadi peserta aktif dalam pembelajaran mereka, yang mengharuskan mereka untuk menilai proses belajar mereka sendiri. Penilaian alternatif ini didasarkan pada frustrasi dengan metode evaluasi tradisional dan keinginan untuk menciptakan pemahaman yang mendalam dan mengevaluasi kemampuan untuk menerapkan pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata (Reeves & Okey, 1996) .
Dari sudut pandang konstruktivis, proses pembelajaran ditekankan atas produk akhir. Evaluasi dalam konstruktivisme sebagai pembelajaran (formatif dan penilaian diri), sebagai lawan evaluasi belajar (penilaian sumatif). Sementara behaviorisme dan kognitivisme fokus pada pengukuran hasil yang spesifik obyektif, konstruktivis cenderung subyektif menilai pekerjaan siswa. Perjalanan dalam mencapai pengetahuan adalah sama pentingnya dengan pengetahuan itu sendiri.
Menurut Andrew Scholtz (2007) , jika 'penilaian adalah menjadi berarti harus dalam beberapa cara mencerminkan praktek profesi, panggilan atau praktik yang dinilai, sementara pada saat yang sama memberikan pelajar kesempatan untuk menunjukkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Lorrie Shepard (2000) menjelaskan pendekatan ini untuk penilaian kinerja berbasis, di mana penilaian dekat 'Guru' pemahaman siswa, umpan balik dari rekan-rekan, dan self-assessment mahasiswa adalah bagian dari proses sosial yang menengahi pengembangan kemampuan intelektual, konstruksi pengetahuan, dan pembentukan siswa identitas. "  
Dalam kelas konstruktivis, evaluasi mengambil bentuk metode tak berujung dirancang untuk fokus pada proses yang seorang pelajar telah digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Melalui penilaian diri dan refleksi, pelajar memperkuat hubungan dalam pikiran. Guru menggunakan berbagai metode penilaian formatif untuk memantau proses pelajar dan menentukan bagaimana pelajar adalah belajar.
9.    Social Approach

Pendekatan sosial atau social approach terkait dengan social learning theory, collaborative knowledge building model, connectivism, ZPD, collaborative learning. Konsep collaborative knowledge building (CKB) diperkenalkan oleh Scardamalia dan Bereiter (1994) dalam penelitian mereka pada proses belajar di sekolah, di mana mereka mengusulkan bahwa sekolah harus berfungsi sebagai masyarakat pembangun pengetahuan. Model collaborative knowledge building adalah model pembelajaran di mana ada beberapa tahapan yang merupakan siklus knowledge building pribadi dan sosial. CKB adalah penyelidikan dalam pelayanan kegiatan praktis yang merupakan seperangkat keyakinan pribadi, yang diartikulasikan sebagai kontribusi kepada proses membangun pengetahuan sosial. Sebuah kondisi yang diperlukan untuk membangun pengetahuan kolaboratif adalah bahwa peserta didik membawa pengetahuan sebelumnya ke dalam situasi belajar dan memperjelas perbedaan pandangan dan pendapat dalam berinteraksi. Pengetahuan baru ini muncul tidak alami atau spontan namun perlu dibina berdasarkan pemahaman tentang bagaimana pengetahuan baru muncul dalam interaksi sosial.
Penggunaan jaringan komputer memberikan alternatif dalam mengajar tradisional tatap muka berubah menjadi konsep kelas dengan konsep collaborative knowledge building bagi peserta didik. Model collaborative knowledge building menggabungkan wawasan dari berbagai teori pemahaman dan pembelajaran dan menyediakan kerangka kerja konseptual yang berguna untuk desain perangkat lunak Computer Supported Collaborative Learning (CSCL) dan lingkungan. Penelitian terakhir, proyek dan kerja telah menunjukkan efektivitas perangkat lunak dan lingkungan dalam memfasilitasi dan meningkatkan collaborative knowledge building siswa.
Proses CKB digambarkan sebagai momen sinergis dimana kelompok mencapai pemahaman bersama dengan berpartisipasi dalam proses sosial budaya. Setiap anggota kelompok membawa perspektif dan interpretasi dari pengalaman pribadi mereka. Proses di mana kelompok mencapai pemahaman bersama dan antar-subjektivitas melalui interaksi konstan dipecah menjadi kegiatan peningkatan pengetahuan yang lebih kecil. Pandangan CKB, belajar sebagai proses sosial menggabungkan beberapa tahapan yang merupakan siklus membangun pengetahuan pribadi dan sosial. Dukungan komputer dapat digunakan untuk mengintegrasikan berbagai tahapan dalam siklus membangun pengetahuan untuk meningkatkan lingkungan belajar dan memperkenalkan collaborative knowledge building. Saat ini ada software dan perangkat lunak sosial yang mungkin lebih mamadai untuk mendukung pengembangan pengetahuan kolaboratif dalam lingkungan pembelajaran berbasis komputer.
10. Technological Approach

Merupakan suatu teori pembelajaran yang menggunakan pendekatan teknologi sebagai metode maupun media pembelajaran. Teori ini meliputi, The Effective Web Design Paradigm, User-Centred, Differentiated Instruction and Understanding by Design. Teori ini terlihat pada kombinasi yang kuat dari tiga model pengajaran / pembelajaran yang berbeda; Memahami by Design (UBD), Instruksi Differentiated (DI) dan Universal Desain Pembelajaran, (UDL). Dengan mendefinisikan dan menguraikan kekuatan dari model pembelajaran individual, menjadi jelas bahwa bersama-sama mereka membentuk sebuah pendekatan pengajaran yang kuat dan holistik.  
UBD memenuhi kebutuhan untuk standar isi dan menjawab pertanyaan: ". Apa yang kita ajarkan" Dengan peningkatan ekspektasi konten di semua tingkatan kelas serta pengujian standar pemerintah yang membandingkan tingkat prestasi sekolah; mengajar di kelas telah terpengaruh dengan cara yang tidak sepenuhnya bermanfaat bagi pembelajaran. Guru membutuhkan model yang menyumbang standar tetapi juga menunjukkan bagaimana pembelajaran dan pemahaman dapat mengatasi standar konten serta mengembangkan basis informasi yang kuat. Memahami dengan desain menyelesaikan tujuan ini.
DI melihat pada bagaimana dan di mana kita mengajar siswa kita, berfokus pada praktek-praktek terbaik untuk masing-masing peserta didik. Selain harapan konten adalah sulitnya memenuhi kebutuhan beragam kelas hari ini. Bahasa, budaya, jenis kelamin, kesenjangan ekonomi, motivasi, cacat, kepentingan pribadi dan gaya belajar serta lingkungan rumah hanya beberapa dari banyak variabel yang membawa siswa ke sekolah dengan mereka. Variabel-variabel ini dapat membuat tidak efektif bahkan kurikulum terbaik jika kebutuhan beragam kelas tidak terpenuhi. Instruksi dibedakan dapat menawarkan kerangka desain kurikulum yang dapat mengakomodasi perbedaan guru melihat di kelas.
UDL adalah teori pembelajaran yang telah dikembangkan oleh Rose dan Meyer, yang berusaha untuk memastikan bahwa lingkungan belajar, termasuk kurikulum, penilaian dan pengajaran dan alat belajar mempromosikan belajar dan menghilangkan hambatan untuk belajar. Universal Desain adalah istilah yang diciptakan oleh Ron Mace pada tahun 1960 diterapkan pada desain "bebas hambatan" atau arsitektur diakses yang akan menguntungkan semua. Konsep ini dimulai sebagai Ron Mace mencari metode untuk memperbaiki kehidupan bagi penyandang cacat.

B. HUBUNGAN TEORI BERPIKIR SISWA

Dalam membuat suatu pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam teori yang ada, kita tetap harus memperhatikan kurikulum dan tentu saja tingkat intelegen siswa atau tingkat kemampuan siswa. Karena yang menjadi fokus dalam pembelajaran siswa. guru tidak boleh menggunakan kemampuannya untuk mengukur kemampuan siswa.
            Pada teori behavioristik yang berpusat pada perilaku siswa, menggunakan pendekatan contructivist dan developmental approach. Dimana pada teori behavioristik, siswa akan mendapatkan reward jika berhasil melakukan sesuatu. Maka penggunaaan teori behavioristik juga membutuhkan teori cognition information,. Dimana siswa sebelum melakukan sesuatu, haruslah menggunakan informasi kognitifnya. Sehingga hasil akhir yang diharapkan adalah pujian atas apa yang telah dilakukannya. Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan merupakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning theory).
                   Pada semua teori berpikir siswa bisa menggunakan teori pendekatan teknologi. Terutama pada sekolah yang tinggal di perkotaan sangat memungkinkan menggunakan teknologi yang sudah sangat maju. Begitu juga pada teori representation dan discovery learning, mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis sehingga pengetahuan yang dipelajari melalui sekolah dapat lebih baik diterapkan ke dunia nyata, melalui teori pembelajaran PBL dan PBL_math_edu.
                   Dan yang terakhir, tentu kita melupakan, bahwa dalam menggunaka semua teori pembelajaran, lingkungan atau sosial anak sangat mempengaruhi pada proses pembelajaran itu sendiri. Baik lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggal siswa. karena lingkungan memberikan pengaruh yang cukup besar pada pembentukan karakter siswa, terutama dengan adanya pemodelan.


C. SKEMA/ BAGAN/ PETA KONSEP



Skema alur pikir siswa di atas saya sebut juga sebagai hermeneutika teori berpikir siswa. Bahwa dalam hermeneutika teori berpikir siswa terdiri dari dua komponen, yaitu lingkaran, dan spiral teori berpikir siswa. dimana lingkaran menggambarkan, pembelajaran merupakan suatu proses transfer ilmu dan pengetahuan antar guru dan siswa, dimana proses tersebut akan berlangsung secara terus menerus dan akan menjadi suatu siklus. Pembelajaran tidak hanya akan berlangsung didalam suatu kelas. Pembelajaran bisa terjadi dimana saja. Suatu pembelajaran tidak akan pernah sama dengan pembelajaran berikutnya atau sebelumnya.
Spiral hermeneutika menggambarkan semua teori pembelajaran dengan berbagai pendekatan baik perkembangan, sosial, maupun teknologi. Dimana dalam membuat atau mendesain sebuah teori dan menggunakannya dalam pembelajaran, kita harus memperhatikan aspek yang ada pada diri siswa. antara lain, adalah karakteristik, kemampuan serta lingkungan sosial anak. Karena tidak semua daerah atau wilayah bisa menggunakan teori pembelajaran yang sama. Begitu juga penggunaan teknologi, harus disesuaikan dengan situasi dan tempat berlangsungnya pembelajaran itu sendiri.




DAFTAR PUSTAKA

Abras, C., Maloney-Krichmar, D., Preece, J. (2004). User-centered design. W. Encyclopedia of Human-Computer Interaction. Thousand Oaks: Sage Publications. Retrieved January 25, 2008 from http://www.ifsm.umbc.edu/~preece/Papers/User-centered_design_encyclopedia_chapter.pdf
Anderson, T. (2004). Chapter 2: Toward a theory of online learning theory and practice of online learning (Anderson, T., & Elloumi, F., Eds.) (33-59). Retrieved November 20, 2007, from http://cde.athabascau.ca/online_book/ch2.html
Bates, Reid. (2004) A critical analysis of evaluation practice: The kirkpatrick model and the practice of beneficence. Evaluation and Program Planning, 27, 341-347.
Beatty, K. (2002). Describing and enhancing collaboration at the computer. Canadian Journal of Learning and Technology, 28. Retrieved February 20, 2007 from http://www.cjlt.ca/content/vol28.2/beatty.html
Bleuel, D., & Peloso, C. (2002, July 11). Gav and Peloso's interactive story. Retrieved February 25, 2008, from http://www.nuc.berkeley.edu/~gav/wayfarence/.
Capra, F. (2005). Complexity and life. Theory, Culture & Society, 22(5), 33-44.
Fraser, S. W., & Greenhalgh, T. (2001). Coping with complexity: Educating for capability. BMJ (Clinical Research Ed.), 323(7316), 799-803
Furnish, T. (2008). Superstory. Retrieved February 28, 2008, from http://www.hungrysoftware.com/#/online/story/.

Chapman, Alan. (2007) Kirkpatrick’s Learning and Training Evaluation Model. Retrieved Feb 7, 2009 from http://www.businessballs.com/kirkpatricklearningevaluationmodel.htm
Clark, Donald. (2007). Instructional system development – evaluation phase. Retrieved Feb 7, 2009 from http://www.skagitwatershed.org/~donclark/hrd/sat6.html
Crone, Glen. (2005). Evaluation of executive training. Treasury Board of Canada Secretariat Retrieved Feb 20, 2009 from http://www.tbs-sct.gc.ca/eval/pubs/eet-efcs/eet-efcs_e.asp
Dearden, A. (2008, Spring2008). User-Centered Design Considered Harmful (with apologies to Edsger Dijkstra, Niklaus Wirth, and Don Norman). Information Technologies & International Development, 4(3), 7-12. Retrieved January 25, 2009, from Business Source Complete database.
Dick, Walter. (2002). Chapter 11 Evaluation in instructional design: The impact of kirkpatrick’s four-level model. In Robert Reiser & John Dempsey (Eds.), Trends and issues in instructional design and technology (pp. 145-153). Prentice Hall.
Drexler, W. (2008, November 26). Networked Student [Video file]. Retrieved from http://www.youtube.com/watch?v=XwM4ieFOotA
Donald L. Kirkpatrick [image file]. Retrieved Feb 27, 2009 from http://www.amanet.org/editorial/webcast/2007/effective-training.htm
Downes, S. (2008). Placed to go: Connectivism & Connective Knowledge. Innovate 5 (1). Retrieved from http://www.innovateonline.info/index.php?view=article&id=668
Ertmer, P. A., Newby, T. J. (1993). Behaviorism, cognitivism, constructivism: Comparing critical features from an instructional design perspective. Performance Improvement Quarterly, 6 (4), 50-70.
Four Levels of Evaluation [image file]. Retrieved Feb 27, 2009 from http://c2workshop.typepad.com/
Gonzalez, C. (2004). The role of blended learning in the world of technology. Retrieved from http://www.unt.edu/benchmarks/archives/2004/september04/eis.htm
Graham, G. (2007). Behaviorism. The Stanford Encyclopedia of Philosophy. Retrieved January 27, 2008 from, http://plato.stanford.edu/archives/fall2007/entries/behaviorism/
Gredler, M. E. (2005). Learning and instruction: Theory into practice (5th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson Education
Heinich, R., Molenda, M., Russel, J.D., & Smaldino, S.E. (1996). Instructional media and technologies for learning. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Katz-Hass, R. & Trutchard, A. (1998). Ten Guidelines for User-Centred Web Design. Usability Interface, Vol 5, No. 1.
Kaufman, R., Keller, J. & Watkins, R. (1995). What works and what doesn’t: Evaluation Beyond Kirkpatrick. Performance and Instruction, 35(2), 8-12.
Kirkpatrick, D. L. (1996). Techniques for Evaluating training programs. In Donald P. Ely, & Tjeed Plomp (Eds). Classic writings on instructional technology (pp.119-141). Libraries Unlimited.
Kumar, M. & Natarajan, U. (2007) 'A problem-based learning model: showcasing an educational paradigm shift', Curriculum Journal, 18:1, 89 – 102
Lankshear, C., & Knobel, M. (2008). The “twoness” of learn 2.0: Challenges and prospects of a would-be new learning paradigm. Closing keynote presented at the Learning 2.0: From Preschool to Beyond, Montclair State University, Montclair, NJ.
Mergel, B. (1998). Instructional design & learning theory. Retrieved February 18, 2007 from http://www.usask.ca/education/coursework/802papers/mergel/brenda.htm#Behaviorism
Myers, D. G. (1995). "Psychology: Fourth Edition". New York: Worth Publishers.
Mayer, R. (2004). "Should there be a three-strikes rule against pure discovery learning? The case for guided methods of instruction". American Psychologist 59 (1): 14–19. doi:10.1037/0003-066X.59.1.14. PMID 14736316.
Norman, D. (1988). The Pychology of Everyday Things. New York: Doubleday.
Phelps, R., Hase, S., & Ellis, A. (2005). Competency, capability, complexity and computers. British Journal of Educational Technology, 36(1), 67-84.
Siemens, G. (2005). Connectivism: Learning as network-creation. American Society for Training & Development. Retrieved from http://www.astd.org/LC/2005/1105_seimens.htm
Siemens, G. (2004). Connectivism: A Learning Theory for the Digital Age. Retrieved from http://www.elearnspace.org/Articles/connectivism.htm
Siemens, G. (n.d.). About: description of connectivism. Retrieved from http://www.connectivism.ca/about.html
Siemens, G. (2006). Connectivism – Learning Theory or Pastime for the Self-Amused? Retrieved from http://www.elearnspace.org/Articles/connectivism_self-amused.htm
Sloman, Martyn. (2008). The value of learning. ASTD 2008 International Conference and Exposition. Retrieved on Feb 15, 2009 from http://www.astd2008.org/PDF/Speaker%20Handouts/ice08%20handout%20M120.pdf
Sungur, S., Tekkaya, C., & Geban, O. (2006). Improving achievement through problem-based learning. Journal of Biological Education, 40 (4), 155 – 160.
University of Alberta. Complexity and education. Retrieved February 25, 2008, from http://www.complexityandeducation.ualberta.ca/glossary.htm.
Verhagen, P. (2006). Connectivism: A new learning theory? Retrieved from http://elearning.surf.nl/e-learning/english/3793
Vianna, E. & Stetsenko, A.(2006). Embracing history through transforming it: contrasting Piagetian versus Vygotskian (Activity) theories of learning and development to expand contructivism within a dialectical view of history. Theory & Psychology. Sage Publications. Vol. 16(1): 81–108.
Vygotsky, L.S. (1978). Mind and society: The development of higher mental processes. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Wikipedia. Evaluation. Retrieved on Feb 27, 2009 from http://en.wikipedia.org/wiki/Evaluation
Wolman, Benjamin B. (1973). Handbook of General Psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Woolfolk, A. E., Winne, P. H., & Perry, N. E. (2000). Educational Psychology, Canadian Edition. (pp. 42-48; Cognitive Develoment and Language). Scarborough: Allyn and Bacon Canada.

0 komentar:

Posting Komentar