MEMBUAT
PETA KONSEP TEORI BERPIKIR/ BELAJAR SISWA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar
Disusun oleh Diana Setyorini
A.
Review teori Belajar/Alur Pikir siswa
1.
Behaviorism theory
Teori behaviorism ini meliputi teori user cash/ test dan instructional design_CAI.
Teori behaviorism, suatu teori pembelajaran, dimana perilaku menjadi hal yang
diamati, diuji dan diverifikasi. Behaviorisme suatu paham yang memusatkan
perhatian tentang bagaimana stimulus-stimulus lingkungan menyebabkan perubahan
perilaku-perilaku (respons) seseorang. Teori behavioristik memberikan
manfaat bagi guru untuk memahami dan membantu siswa memperoleh perilaku yang
lebih kompleks, produktif, dan prososial.. Guru menggunakan berbagai cara yang
positif, seperti memberikan penghargaan dan pujian untuk memperkuat perilaku
positif pada siswa dan hukuman untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
Perkembangan
teori behaviorisme tidak terlepas dari beberapa tokoh yang memberikan sumbangan
pemikirannya, yaitu:
·
Ivan Pavlov (1849-1936)
Ivan Pavlov terkenal dengan teori
pengkondisisan klasik. Dia menyimpulkan bahwa anjing akan mengelaurkan air liur
liur (respon berkondisi) jika menerima makanan (stimulus berkondisi). Pavlov
menemukan bahwa dengan dering bel (stimulus netral) setiap kali dia memberi
daging (stimulus berkondisi) untuk anjing, anjing akhirnya akan mengeluarkan
air liur (respon) dari hanya mendengar bel (stimulus).
·
John B Watson (1878-1958)
John B Watson terkenal dengan teori pengkondisian operan. Dia
Meneliti seorang anak kecil bernama Albert bermain dengan tikus putih. Saat
Albert sedang bermain dia menggedor boks Albert dengan palu, hal ini
menyebabkan Albert menangis. Kemudian Watson mengulangi hal itu hingga tujuh
kali sehingga Albert mengeluarkan respon emosional berupa ketakutan yang
disebabkan hanya dengan melihat tikus.
·
Burrhus Frederick Skinner (1904-1990)
Skiner terkenal dengan teori behaviorisme radikal. Dia meneliti
bagaimana imbalan dan hukuman mempengaruhi perilaku. Dalam penelitiannya
menempatkan tikus dalam kotak dengan tuas. Jika tikus mendorong tuas, tikus
akan mendapat makanan. Akhirnya tikus belajar bahwa menekan tuas meghasilkan
hadiah berupa makanan (Myers:1995). Dalam Wolman:1973 menyebutkan bahwa
penggunaan computer meningkatkan pengalaman belajar bagi banyak siswa. Dalam
penggunaan pelatihan berbasis komputer (CAT) atau instruksi berbantuan computer
(CAI) maka siswa akan memperoleh pengetahuan dan berusaha melakukan yang
terbaik. Sehingga dengan ini siswa dapat maju melalui kurikulum dengan
kecepatan sendiri.
a. Kritik dari Behaviorisme
·
Dalam Beatty (2002) bahwa
pembejaran dengan menerapkan teori behaviorisme terlalu banyak menjadikan guru
sebagai pusat pembelajaran.
·
Dalam Mergel (1998) bahwa behaviorisme tidak terlihat
memiliki manfaat apapun untuk belajar/dalam pembelajaran. Karena dalam
behaviorisme siswa dilatih untuk menerima umpan balik langsung dengan demikian
mereka hanya termotivasi sisi eksternalnya.
·
Dalam Graham (2007) Behaviorisme mengabaikan fungsi-fungsi internal
yang terdapat pada otak yang meliputi motivasi, memori dan pemahaman.
2.
Social Cognitif Theory
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan
penamaan baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Bandura telah mengelaborasi proses belajar
sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang mempengaruhi seseorang
dalam proses belajar sosial.
Konsep utama dari teori
kognitif sosial adalah observational
learning atau proses
belajar dengan mengamati. Jika ada seorang "model" di dalam
lingkungan seorang individu, misalnya saja teman atau anggota keluarga di dalam
lingkungan internal, atau di lingkungan publik seperti para tokoh publik di
bidang berita dan hiburan, proses belajar dari individu ini akan terjadi
melalui cara memperhatikan model tersebut. Terkadang perilaku seseorang bisa
timbul hanya karena proses modeling. Modeling atau peniruan merupakan "the
direct, mechanical reproduction of behavior, reproduksi perilaku yang
langsung dan mekanis (Baran & Davis,
2000: 184). Sebagai contoh, ketika seorang ibu mengajarkan anaknya
bagaimana cara memasang kancing baju dengan memeragakannya berulang kali
sehingga si anak bisa memasang kancing bajunya sendiri, maka proses ini disebut
proses modeling. Teori
kognitif sosial kembali ke konsep dasar "rewards and punishments"
(imbalan dan hukuman) tetapi menempatkannya dalam konteks belajar sosial.
Teori kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya
kemampuan sang "pengamat" untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan
kepercayaan yang dipunyainya untuk menampilkan perilaku tersebut. Kepercayaan
ini disebut dengan self-efficacy atau
efikasi diri (Bandura, 1977) dan hal ini dipandang sebagai
sebuah prasayarat kritis dari perubahan perilaku.
Teori Kognitif Sosial memberikan
sebuah penjelasan tentang bagaimana perilaku bisa dibentuk melalui pengamatan
pada model-model yang ditampilkan oleh media massa. Efek dari pemodelan ini
meningkat melalui pengamatan tentang imbalan dan hukuman yang dijatuhkan pada
model, melalui identifikasi dari khalayak pada model tersebut, dan melalui
sejauh mana khalayak memiliki efikasi diri tentang perilaku yang dicontohkan di
media. Social Cognitif theory, meliputi
social learning theory, connectivism dan Components_of_Cognitive_Apprenticeship:_Scaffolding.
3.
Cognitive Information Processing
Proses informasi kognitif, merupakan teori tentang
proses penerimaan informasi kognitif, didalamnya terdapat beberapa teori,
yaitu, situated cognition/learning theory,
knowledge forum, Components of Cognitive Apprenticeship: Scaffolding dan complexity theory. Situated cognition/learning theory merupakan teori yang dikemukakan oleh Etienne Wenger yang menyajikan premis di belakang dasar-dasar
teori kognisi terletak
sebagai berikut:
a. Kami adalah makhluk sosial. Jauh dari sepele benar,
fakta ini merupakan aspek penting
dari pembelajaran.
b. Pengetahuan adalah masalah kompetensi sehubungan dengan usaha dihargai, seperti
menyanyi selaras, menemukan fakta-fakta ilmiah, memperbaiki mesin, menulis
puisi, yang ramah, tumbuh sebagai anak
laki-laki atau perempuan, dan
sebagainya.
c. Mengetahui adalah masalah berpartisipasi dalam mengejar perusahaan tersebut, yaitu, keterlibatan aktif di dunia.
d. Arti - kemampuan kita
untuk mengalami dunia dan keterlibatan kami dengan
itu bermakna - sebenarnya untuk apa belajar adalah untuk menghasilkan (Wenger, 1998, hal.4, di Driscoll, 2005, p.164).
Sesuai dengan Zona Vygotsky
Pembangunan Proximinal (ZPD), perancah
memungkinkan pelajar untuk memindahkan tugas dari ZPD mereka ke Zona mereka
Aktual Pembangunan (ZAD). Wood, Bruner, dan Ross (1976, seperti yang dikutip
oleh Rollins Burch, 2007) pertama kali digunakan perancah istilah untuk
menggambarkan pembelajaran bahasa cara orang tua difasilitasi pada anak-anak
mereka. Perancah digambarkan sebagai sistem pendukung yang membantu anak-anak
mencapai sukses pada tugas-tugas yang terlalu sulit bagi mereka untuk mencapai
sendiri. Bruner Teori ini dibangun di atas karya Vygotsky. Sebuah tingkat pelajar pembangunan sebenarnya
scaffolded dengan tingkat perkembangan potensi mereka. Perancah adalah jenis
tertentu guru (atau lebih dikenal lainnya, MKO) dukungan yang membantu pelajar
mencapai tugas yang mereka tidak akan mampu mencapai tanpa bantuan; bantuan
yang diberikan hanya pada saat dibutuhkan, yang dirancang untuk membantu
pekerjaan pelajar dengan meningkatkan kemandirian.
Teori kompleksitas,
juga dikenal sebagai Teori Sistem, menggambarkan kehidupan sebagai lingkungan
yang selalu berubah. Variabel dalam suatu sistem dapat berubah dan mempengaruhi
hasil dalam cara yang tak terduga. Perubahan tidak mengikuti jalur linear diprediksi.
Sebaliknya itu cabang di banyak arah yang membentuk jalur non-linear yang
kompleks. Pendidikan tradisional dirancang untuk jalur linear dengan hasil
diprediksi. Pendidikan perlu berevolusi untuk beradaptasi dengan jalur
non-linear yang kompleks untuk membantu peserta didik untuk mengadopsi berubah
seperti yang terjadi. Hyperlink Internet memungkinkan pembaca untuk membuat
cabang dari dan ke arah yang berbeda dan memberikan contoh yang baik dari
kompleksitas yang mirip dengan proses pemikiran manusia.
4.
Meaningful Learning Theory
Suatu teori yang
didalamnya mencakup teori PBL, ZPD dan evaluation
in instructional design. Pembelajaran sebagai proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik. Sehingga kegiatan pembelajaran yang menyenangkan serta bermakna
akan menjadi hal yang sangat bermanfaat bagi siswa khususnya untuk meningkatkan
motivasi mereka agar mau belajar. Jika penyajian pembelajaran tidak
dilaksanakan secara bermakna maka siswa akan menjadi kurang tertarik / tidak
berminat dalam mengikuti pembelajaran.
Untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna
maka model pembelajaran yang akan diterapkan guru pun menyesuaikan, salah
satunya yaitu melalui Problem Based Learning (PBL). PBL merupakan sebuah
pendekatan belajar kontruktivisme yang menjadikan siswa sebagai pusat belajar.
Sehingga bentuk pembelajarannya aktif yang mencakup tiga definisi yaitu:
a. Pembelajaran
dirancang secara relevan sesuai dengan kemampuan siswa dan
pertanyaan-pertanyaan yang digunakan menyediakan berbagai startegi pemecahan
masalah.
b. Siswa
belajar dalam lingkungan yang melibatkan kempuannya sendiri serta
partisipasinya dalam kelompok kecil. Sehingga besar sekalli partisipasi siwa
dalam pembelajaran dan peran guru memfasilitasi belajar siswa.
c. Penialaian
dan Evaluasi memainkan peran penting dalam model PBL. Dalam M. Kumar & U. Natarajan (2007) menyebutkan bahwa tugas guru
dapat menggabungkan alat penilaian/evaluasi dalam lingkungan belajar siswa.
Bagan
Model PBL
Terdapat beberapa pedoman desain masalah dalam
model PBL sebagai berikut:
a. Masalah
harus didasarkan sekitar skenario umum di lapangan.
b. Masalah harus menyediakan pedoman bagi siswa
yang terdiri atas berbagai keterampilan.
c. Masalah harus dirancang agar dapat mengangkat
topic penyelidikan untuk mencakup kedua tingkat kognisi dan meta kognisi.
d. Menyediakan
berbagai informasi tambahan.
e. Tutor
atau fasilitator tidak harus seorang ahli, dapat diambil dari siswa yang lebih
pandai yang dapat mengidentifikasi topic yang siswa harus bahas dalam sesi
kelompok dan menuntun mereka dalam diskusi.
f. Materi visual juga dapat disertakan dalam
masalah meskipun itu tergantung pada sumber daya yang tersedia.
g. Masalah harus menangani masalah-masalah nyata
yaitu meliputi tiga alasan yaitu:
· Masalah
yang benar-benar sulit akan membuat siswa semakin kaya dalam mencari solusi
infromasi pemecahannya.
· Masalah
nyata dapat memotivasi siswa untuk belajar.
· Pada
akhirnya siswa ingin belajar dari hasil permasalahan tersebut.
h. Dalam merancang masalah harus yang memiliki
solusi yang jelas, dari yang sederhana menuju yang lebih rumit.
i. Masalah harus membangun pengetahuan sebelumnya
agar siswa termotivasi secara efektif untuk memecahkan maslah.
j. Belajar dalam kelompok kecil adalah metode
yang paling bermanfaat bagi siswa untuk bekerja dalam tim.
Dalam Sungur et al (2006) menyebutkan bahwa tujuan
dari PBL adalah untuk mempersiapkan siswa agar siap untuk pengaturan yang benar
untuk hidup serta meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan cara
mengharuskan siswa untuk berpikir tentang masalah kritis dan menganalisis data
untuk menemkan solusi. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang banyak
diterapkan dalam kehidupan manusia. Pendekatan PBL membantu siswa untk
mempersiapkan siswa berpikir kritis dan analitis sehingga pengetahuan yang
dipelajari melalui sekolah dapat diterapkan dengan lebih baik di dunia nyata.
Berikut adalah beberapa manfat PBL dalam pendidikan matematika yaitu:
a. Melatih
kemandirian dan tanggung jawab siswa.
b. Memberikan
siswa berbagai permaslah yang realistis yang sesuai dengan konteks tertentu.
c. Menunjukkan
siswa bahwa ada lebih dari satu cara untuk memecahkan masalah.
d. Meningkatkan
kerja kelompok atau kolaborasi dalam matematika.
e. Meningkatkan
motivasi diri dan berpikir kritis.
f. Membantu
siswa menunjukkan pemahaman dan pengertahuan mereka dalam cara yang non
tradisional.
g. Mendorong
pembelajaran seumur hidup.
Dari sinilah dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa model PBL pada berbagai mata pelajaran khususnya
matematika memberikan kepada siswa sebuah pembelajaran yang bermakna. Ketika
siswa telah merasakan bahwa pembelajaran ini bermanfaat bagi kehidupannya maka
kebermaknaannya dari pembelajaran tersebut akan semakin terasa.
Selain menggunakan PBL dalam
desain pembelajaran yang bermakna dapat pula dengan menggunakan Collaborative learning yang bermula dari
teori Vygotski, yang menyebutkan adanya ZPD (Zone Proximal Development). Dalam
Vianna (2006) menyebutkan bahwa Vygotski berusaha menjelaskan perkembangan anak
melalui praktek kolaboratif informatif yang melibatkan pengaruh budaya,
alat-alat budaya, dan individu lainnya. Dalam Vygotsky (1978) menyebutkan
definisi ZPD yaitu "jarak antara tingkat perkembangan aktual seperti yang
ditentukan oleh pemecahan masalah independen dan tingkat perkembangan potensial
yang ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa, atau
bekerja sama dengan rekan-rekan yang lebih mampu. Dalam Woolfolk (2000) juga
menyebutkan bahwa ZPD adalah area di mana anak tidak bisa memecahkan masalah
sendirian tapi berhasil dapat menyelesaikannya di bawah bimbingan atau bekerja
sama dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih maju - ini adalah di mana
pembelajaran yang memungkinkan. Salah satu model pembelajaran yang terkait
dengan teori ini yaitu melalui collaborative learning. Dengan collaborative learning siswa berlatih
bekerjasama, saling membantu dalam menyelesaikan tugas belajar, sehingga tumbuh
dalam diri siswa keyakinan (self efficacy)
yang kuat untuk dapat menyelesaikan suatu masalah ataupun tugas saat
pembelajaran. Didalam collaborative learning juga terdapat pengajaran timbal
balik, strategi inilah yang menyediakan cara untuk mengases zona perkembangan
proksimal (ZPD). Selain collaborative learning terdapat model pembelajaran
untuk mendukung ZPD siswa yaitu melalui partisipasi terpadu, magang, penemuan
(mendorong siswa untuk mencoba keterampilan baru, pemodelan, guru juga dapat
menggunakan petunjuk serta memberikan pertanyaan terkemuka bagi siswa.
Telah disebutkan di atas
bahwa penialaian dan evaluasi memainkan peran penting dalam model PBL. Evaluasi
merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Tujuan dari evaluasi
pembelajaran adalah memberikan umpan balik tentang pembelajran dan membimbing
guru dan siswa untuk membuat tugas-tugas pembelajaran yang tepat.
Dalam sudut pandang kontruktivifisme, evaluasi
dapat dilaksanakan melalui penilaian formatif, sumatif dan penilaian diri. PBL
termasuk model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivis sehingga bentuk evaluasi cenderung subyektif
dalam proses pembelajarannya pun siswa mencapai pengetahuan dengan mengkonstruk/
membangun pengetahuan itu sendiri.
Evaluasi kontruktivisme berfokus pada poses belajar individu dalam mencapai
proses penciptaan pengetahuan. Setiap pelajar yang dianggap berbeda dengan
kekuatan individu, kelemahan, dan pengetahuan sebelumnya dan pengalaman. Evaluasi
berfokus pada bagaimana peserta didik mampu mempelajari materi baru melalui
menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya untuk membuat ikatan abadi dalam
pikiran pembelajar. Melalui hubungan ini, siswa dievaluasi pada kemampuan
mereka untuk menerapkan pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata sehingga
pengetahuan yang didapatkanakan semakinkuat dalam pikiran siswa.
5.
Developmental
Approach
Teori Developmental Approach,
merupakan teori belajar anak berdasarkan tahap tumbuh kembang si anak. Teori
Developmental, meliputi development stage
theory, Problem Based Learning dan Evaluation Constructivist Learning. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Piaget,
bahwa anak-anak bisa mengembangkan kognisi dan pengetahuan melalui serangkaian
tahap perkembangan. Untuk berpindah dari satu tahap ke tahap berikutnya,
melalui penggunaan asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan, keuntungan dan
membangun schemata, yang ditransfer ke tahap berikutnya dan dibangun lebih
lanjut atas secara constructionivst (wikipedia.org). Syarat utama terjadinya proses pengembangan kognitif dan pengetahuan
menurut Piaget:
·
Asimilasi :
Memasukkan struktur logis baru (atau skema) ke yang sudah ada bahwa kita
kemudian berlaku untuk dunia di sekitar kita.
·
Akomodasi :
Memodifikasi struktur logis atau skema untuk kesepakatan yang lebih baik dengan
lingkungan.
·
Equalibriation:
Keseimbangan antara struktur kognitif asimilasi dan akomodasi dalam mencapai
pengetahuan,
·
Egosentrisme : Kegagalan untuk memahami bagaimana
titik orang lain pandang mungkin berbeda dari mereka sendiri. Penelitian Piaget
menunjukkan fakta bahwa egocentrisim paling menonjol sebelum usia enam atau
tujuh. Namun, kemudian penelitian Piaget, serta yang lain peneliti, telah
memperkirakan bahwa egosentrisme dapat timbul pada setiap tahap perkembangan,
tetapi dalam bentuk yang baru dan berbeda.
Empat
tahap perkembangan menurut piaget:
1.
Tahap sensori-motor (0 – 2 tahun)
·
Kecerdasan
ini ditunjukkan melalui aktivitas motorik tanpa menggunakan simbol-simbol.
·
Pengetahuan
tentang dunia terbatas karena didasarkan pada interaksi fisik / pengalaman.
·
Anak-anak
mendapatkan objek permeance sekitar 7 bulan.
·
Pembangunan
fisik (mobilitas) memungkinkan anak untuk mulai mengembangkan kemampuan
intelektual baru.
·
Beberapa
simbolik (bahasa) kemampuan yang dikembangkan pada akhir tahap ini
2. Tahap pra operasional (2-7 tahun)
·
Intelijen
ditunjukkan melalui penggunaan simbol-simbol, penggunaan bahasa dewasa, dan
memori dan imajinasi dikembangkan.
·
Berpikir
dilakukan dalam nonlogical, cara nonreversable.
·
Dominan
Berpikir egosentri
3. Tahap operasional konkret ( 7-11 tahun)
·
Kecerdasan ini ditunjukkan melalui manipulasi logis dan sistematis
simbol yang berkaitan dengan benda-benda konkrit.
·
Pemikiran operasional berkembang (tindakan mental yang bersifat
reversibel).
·
Pemikiran egosentris berkurang
4. Tahap operasional formal (11 tahun-dewasa)
· Kecerdasan ini ditunjukkan melalui manipulasi logis
dari simbol yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.
· Pada awal periode ini ada kembali ke pemikiran
egosentris.
· Banyak orang dewasa tidak pernah mencapai tahap ini.
6.
Social Formation Theory
Teori formasi sosial, menyangkut di
dalamnya adalah social learning theory,
collaborative knowledge building model, connectivism, ZPD, collaborative
learning, dan teori modeling. Inti dari teori formasi sosial adalah bahwa
pembelajaran melibatkan suatu komunitas belajar yang saling terkait dan saling
memberikan masukan demi kemajuan bersama. Atau dengan kata lain pembelajaran
dengan cara berkolaborasi.
Pembelajaran
kolaboratif adalah suatu situasi di mana dua atau lebih orang belajar atau mencoba
untuk belajar sesuatu bersama-sama. (Dillenbourg: 1999)
Tidak seperti belajar individu, orang yang terlibat dalam pembelajaran
kolaboratif memanfaatkan satu sama lain sumber daya dan keterampilan (Chiu: 2000). Menurut Chiu
(2008) pembelajaran kolaboratif
didasarkan pada model bahwa pengetahuan dapat dibuat dalam populasi di mana
anggota aktif berinteraksi dengan berbagai pengalaman dan mengambil peran
asimetri. Pembelajaran kolaboratif mengacu pada metodologi dan lingkungan di mana
peserta didik terlibat dalam tugas umum di mana setiap individu tergantung dan
bertanggung jawab satu sama lain (Mitnik: 2009). Termasuk di dalamnya
percakapan tatap muka (Chiu: 2008) dan diskusi komputer (forum online, chat
room, dll.).
Pembelajaran kolaboratif
sangat berakar pada pandangan Vygotsky bahwa ada sifat sosial yang melekat
pembelajaran yang ditunjukkan melalui teori Zone
of Proximal Development (ZPD). Seringkali, pembelajaran kolaboratif
digunakan sebagai istilah umum untuk berbagai pendekatan dalam pendidikan yang
melibatkan upaya intelektual bersama oleh siswa atau siswa dan guru (Lee:
2000). Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif umumnya digambarkan ketika
kelompok siswa bekerja sama untuk mencari pemahaman, makna, atau membangun pengetahuan
mereka (Smith: 1992). Kegiatan belajar kolaboratif dapat mencakup menulis
kolaboratif, proyek kelompok, pemecahan masalah bersama, debat, tim studi, dan
kegiatan lainnya (Chiu:2004).
Vygotsky berusaha untuk menjelaskan
perkembangan anak melalui praktek kolaboratif transformatif yang melibatkan
pengaruh budaya, alat-alat budaya, dan individu lainnya (Vianna, 2006).
Penekanan pada perkembangan pembelajaran ini adalah kolaborasi, yang mengarah
pada Zone of Proximal Development
Vygotsky (ZPD). Vygotsky menyatakan bahwa ZPD adalah "jarak antara tingkat
perkembangan aktual seperti yang ditentukan oleh pemecahan masalah independen
dan tingkat perkembangan potensial yang ditentukan melalui pemecahan masalah di
bawah bimbingan orang dewasa, atau bekerja sama dengan rekan-rekan yang lebih
mampu. "(Vygotsky, hal. 86, 1978). Atau dengan kata lain, ZPD adalah area
di mana anak tidak bisa memecahkan masalah sendirian tapi berhasil dapat
menyelesaikannya di bawah bimbingan atau bekerja sama dengan orang dewasa atau
teman sebaya yang lebih maju (Woolfolk, 2000, p. 47).
Melalui bantuan orang lain, pelajar
mungkin dapat mencapai pengetahuan lebih dari ketika pelajar belajar sendiri.
Ide bimbingan telah terlihat, di mana pengetahuan pelajar dibangun secara
berlapis, dengan masing-masing tingkat instruksi pada lapisan lain (Oxford,
1997). Bimbingan rekan-rekan yang lebih kompeten membantu dalam pengalaman
pelajar (Vygotsky, 1978). Kuncinya adalah pada akhirnya peserta didik akan
dapat melakukan tugas yang sama terkait atau memahami konsep tanpa bantuan dari
rekan atau pendidik.
Pembelajaran
kolaboratif terjadi ketika individu secara aktif terlibat dalam sebuah
komunitas di mana pembelajaran terjadi melalui upaya kolaboratif eksplisit atau
implisit. Pembelajaran kolaboratif sering digambarkan sebagai proses kognitif
dimana orang dewasa berpartisipasi sebagai fasilitator pengetahuan dan
anak-anak sebagai penerima. Namun, masyarakat Amerika menggambarkan bahwa
pembelajaran kolaboratif terjadi karena partisipasi individu dalam belajar
terjadi pada bidang horizontal di mana anak-anak dan orang dewasa adalah sama.
Menurut Paradise (1985) pembelajaran kolaboratif juga terjadi ketika anak-anak
dan orang dewasa terlibat dalam aktivitas bermain, bekerja, dan kegiatan
lainnya secara bersama-sama.
7.
Representation and discovery Learning
Pada teori representation and discovery learning, meliputi teori PBL dan PBL_Math_Edu dan evaluation in instructional design.
Dimana pada teori PBL dan PBL_Math_Edu, merupakan metode
pembelajaran hands-on, pembelajaran aktif yang berpusat pada penyelidikan dan
masalah dunia nyata. Siswa ingin membuat hubungan antara apa yang mereka
pelajari dan apa yang mereka alami dalam kehidupan mereka dan masalah
pembelajaran berbasis (PBL) pendekatan adalah cara sempurna antara teori dan
pracice dalam matematika. Pendekatan PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir
kritis dan analitis sehingga pengetahuan yang dipelajari melalui sekolah dapat
lebih baik diterapkan ke dunia nyata.
Desain pembelajaran yang berpusat pada siswa
memerlukan perancangan yang dapat digunakan untuk mengembangkan suatu produk
atau system yang akan dapat digunakan serta bermanfaat bagi siswa. Dalam Norman
(1988) menyebutkan manfaat dari desain pembelajaran yang berpusat pada siswa
yaitu memudahkan untuk menentukan tindakan apa yang mungkin setiap saat,
membuat hal-hal yang terlihat seperti konsep, tindakan, dan hasil, memudahkan
untuk mengevaluasi keadaan system saat ini, dan membentuk hubungan yang alami
serta memberikan tindakan yang tepat. Peran guru/desainer adalah memastikan
bahwa pengguna dapat memanfaatkan produk sebagaimana yang dimaksud.
Didalam membuat sebuah desain pembelajaran
diharapkan memenuhi kebutuhan standar isi dan menjawab pertanyaan “apa yang
akan diajarkan”. Guru membutuhkan model pembelajaran yang sesuai dengan standar
yang menunjukkan bagaimana pembelajaran dan pengajaran yang sesuai dengan
standar konten serta basis informasi yang kuat. Universal Desain Pembelajaran
(UDL) adalah teori pembelajaran yang telah dikembangkan oleh Rose dan Meyer,
yang berusaha untuk memastikan bahwa lingkungan belajar, termasuk kurikulum,
penilaian dan pengajaran dan alat belajar mempromosikan belajar dan
menghilangkan hambatan untuk belajar.
Belajar menemukan adalah teknik pembelajaran berbasis penyelidikan
dan dianggap sebagai pendekatan berbasis konstruktivis untuk pendidikan. Hal
ini didukung oleh karya teoretisi belajar dan psikolog Jean Piaget, Jerome
Bruner, dan Seymour Papert. Meskipun bentuk instruksi memiliki popularitas
besar, ada beberapa perdebatan dalam literatur tentang kemanjurannya (Mayer,
2004). Pembelajaran menemukan terjadi dengan memecahkan suatu masalah di mana
pelajar mengacu pada pengalamannya sendiri dan pengetahuan sebelumnya dan
merupakan metode pengajaran di mana siswa berinteraksi dengan lingkungannya
dengan mengeksplorasi dan memanipulasi benda, bergulat dengan pertanyaan dan
kontroversi atau melakukan percobaan.
8.
Constructivist Approach
Merupakan
teori belajar yang menggunakan pendekatan pada konsep membangun pikiran anak.
Yang termasuk dalam teori ini adalah PBL
Design, Evaluation in Instructional Design Kirkpatrick Level Model, Evaluation Constructivist Learning
Evaluasi merupakan bagian integral dari proses
pembelajaran. Evaluasi dalam tujuan pembelajaran dari guru dan siswa,
memberikan siswa dengan umpan balik tentang pembelajaran mereka, dan membimbing
siswa untuk membuat tugas-tugas pembelajaran yang tepat. Evaluasi dapat
mengambil bentuk berbagai metode seperti penilaian proses setelah belajar (juga
dikenal sebagai penilaian formatif, penilaian diri,
dan penilaian sumatif (//en.wikipedia.org/wiki/Summative_assessment]). Cukup
sering dalam sistem pendidikan saat ini, penilaian sumatif adalah tanda
titik-fokus didorong praktek penilaian dan tes standar. Namun, ada baru-baru
ini terjadi pergeseran dari metode penilaian sumatif untuk diri dan metode
penilaian formatif. Perubahan ini adalah keyakinan bahwa siswa harus menjadi
peserta aktif dalam pembelajaran mereka, yang mengharuskan mereka untuk menilai
proses belajar mereka sendiri. Penilaian alternatif ini didasarkan pada
frustrasi dengan metode evaluasi tradisional dan keinginan untuk menciptakan
pemahaman yang mendalam dan mengevaluasi kemampuan untuk menerapkan
pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata (Reeves & Okey, 1996) .
Dari sudut pandang konstruktivis, proses pembelajaran ditekankan atas
produk akhir. Evaluasi dalam konstruktivisme sebagai pembelajaran (formatif dan
penilaian diri), sebagai lawan evaluasi belajar (penilaian sumatif). Sementara behaviorisme dan kognitivisme fokus pada pengukuran hasil yang
spesifik obyektif, konstruktivis cenderung subyektif menilai pekerjaan siswa.
Perjalanan dalam mencapai pengetahuan adalah sama pentingnya dengan pengetahuan
itu sendiri.
Menurut Andrew Scholtz (2007) , jika 'penilaian adalah menjadi berarti harus dalam beberapa cara
mencerminkan praktek profesi, panggilan atau praktik yang dinilai, sementara
pada saat yang sama memberikan pelajar kesempatan untuk menunjukkan pengetahuan
dan keterampilan mereka. Lorrie Shepard (2000) menjelaskan pendekatan ini untuk penilaian kinerja berbasis, di mana
penilaian dekat 'Guru' pemahaman siswa, umpan balik dari rekan-rekan, dan
self-assessment mahasiswa adalah bagian dari proses sosial yang menengahi
pengembangan kemampuan intelektual, konstruksi pengetahuan, dan pembentukan
siswa identitas. "
Dalam kelas konstruktivis,
evaluasi mengambil bentuk metode tak berujung dirancang untuk fokus pada proses
yang seorang pelajar telah digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Melalui
penilaian diri dan refleksi, pelajar memperkuat hubungan dalam pikiran. Guru
menggunakan berbagai metode penilaian formatif untuk memantau proses pelajar
dan menentukan bagaimana pelajar adalah belajar.
9.
Social Approach
Pendekatan sosial atau social approach terkait dengan social learning theory, collaborative
knowledge building model, connectivism, ZPD, collaborative learning. Konsep
collaborative knowledge building (CKB)
diperkenalkan oleh Scardamalia dan Bereiter (1994) dalam penelitian mereka pada
proses belajar di sekolah, di mana mereka mengusulkan bahwa sekolah harus
berfungsi sebagai masyarakat pembangun pengetahuan. Model collaborative knowledge building adalah model pembelajaran di mana
ada beberapa tahapan yang merupakan siklus knowledge
building pribadi dan sosial. CKB adalah penyelidikan dalam pelayanan
kegiatan praktis yang merupakan seperangkat keyakinan pribadi, yang
diartikulasikan sebagai kontribusi kepada proses membangun pengetahuan sosial.
Sebuah kondisi yang diperlukan untuk membangun pengetahuan kolaboratif adalah
bahwa peserta didik membawa pengetahuan sebelumnya ke dalam situasi belajar dan
memperjelas perbedaan pandangan dan pendapat dalam berinteraksi. Pengetahuan
baru ini muncul tidak alami atau spontan namun perlu dibina berdasarkan pemahaman
tentang bagaimana pengetahuan baru muncul dalam interaksi sosial.
Penggunaan jaringan komputer memberikan
alternatif dalam mengajar tradisional tatap muka berubah menjadi konsep kelas
dengan konsep collaborative knowledge
building bagi peserta didik. Model collaborative
knowledge building menggabungkan wawasan dari berbagai teori pemahaman dan
pembelajaran dan menyediakan kerangka kerja konseptual yang berguna untuk
desain perangkat lunak Computer Supported
Collaborative Learning (CSCL) dan lingkungan. Penelitian terakhir, proyek
dan kerja telah menunjukkan efektivitas perangkat lunak dan lingkungan dalam
memfasilitasi dan meningkatkan collaborative
knowledge building siswa.
Proses CKB digambarkan sebagai momen
sinergis dimana kelompok mencapai pemahaman bersama dengan berpartisipasi dalam
proses sosial budaya. Setiap anggota kelompok membawa perspektif dan
interpretasi dari pengalaman pribadi mereka. Proses di mana kelompok mencapai
pemahaman bersama dan antar-subjektivitas melalui interaksi konstan dipecah
menjadi kegiatan peningkatan pengetahuan yang lebih kecil. Pandangan CKB,
belajar sebagai proses sosial menggabungkan beberapa tahapan yang merupakan
siklus membangun pengetahuan pribadi dan sosial. Dukungan komputer dapat
digunakan untuk mengintegrasikan berbagai tahapan dalam siklus membangun
pengetahuan untuk meningkatkan lingkungan belajar dan memperkenalkan collaborative knowledge building. Saat
ini ada software dan perangkat lunak sosial yang mungkin lebih mamadai untuk
mendukung pengembangan pengetahuan kolaboratif dalam lingkungan pembelajaran
berbasis komputer.
10.
Technological Approach
Merupakan suatu teori
pembelajaran yang menggunakan pendekatan teknologi sebagai metode maupun media
pembelajaran. Teori ini meliputi, The Effective Web Design Paradigm, User-Centred, Differentiated Instruction and Understanding by Design. Teori ini terlihat
pada kombinasi yang kuat dari tiga model pengajaran / pembelajaran yang
berbeda; Memahami by Design (UBD), Instruksi Differentiated (DI) dan Universal
Desain Pembelajaran, (UDL). Dengan mendefinisikan dan menguraikan kekuatan dari
model pembelajaran individual, menjadi jelas bahwa bersama-sama mereka
membentuk sebuah pendekatan pengajaran yang kuat dan holistik.
UBD memenuhi kebutuhan untuk standar isi dan menjawab pertanyaan:
". Apa yang kita ajarkan" Dengan peningkatan ekspektasi konten di
semua tingkatan kelas serta pengujian standar pemerintah yang membandingkan
tingkat prestasi sekolah; mengajar di kelas telah terpengaruh dengan cara yang
tidak sepenuhnya bermanfaat bagi pembelajaran. Guru membutuhkan model yang
menyumbang standar tetapi juga menunjukkan bagaimana pembelajaran dan pemahaman
dapat mengatasi standar konten serta mengembangkan basis informasi yang kuat.
Memahami dengan desain menyelesaikan tujuan ini.
DI melihat pada bagaimana dan di mana kita mengajar siswa kita, berfokus
pada praktek-praktek terbaik untuk masing-masing peserta didik. Selain harapan
konten adalah sulitnya memenuhi kebutuhan beragam kelas hari ini. Bahasa,
budaya, jenis kelamin, kesenjangan ekonomi, motivasi, cacat, kepentingan
pribadi dan gaya belajar serta lingkungan rumah hanya beberapa dari banyak
variabel yang membawa siswa ke sekolah dengan mereka. Variabel-variabel ini
dapat membuat tidak efektif bahkan kurikulum terbaik jika kebutuhan beragam
kelas tidak terpenuhi. Instruksi dibedakan dapat menawarkan kerangka desain
kurikulum yang dapat mengakomodasi perbedaan guru melihat di kelas.
UDL adalah teori pembelajaran yang telah dikembangkan oleh Rose dan
Meyer, yang berusaha untuk memastikan bahwa lingkungan belajar, termasuk
kurikulum, penilaian dan pengajaran dan alat belajar mempromosikan belajar dan
menghilangkan hambatan untuk belajar. Universal Desain adalah istilah yang
diciptakan oleh Ron Mace pada tahun 1960 diterapkan pada desain "bebas
hambatan" atau arsitektur diakses yang akan menguntungkan semua. Konsep
ini dimulai sebagai Ron Mace mencari metode untuk memperbaiki kehidupan bagi
penyandang cacat.
B. HUBUNGAN TEORI BERPIKIR SISWA
Dalam membuat suatu pembelajaran dengan
menggunakan berbagai macam teori yang ada, kita tetap harus memperhatikan
kurikulum dan tentu saja tingkat intelegen siswa atau tingkat kemampuan siswa. Karena
yang menjadi fokus dalam pembelajaran siswa. guru tidak boleh menggunakan
kemampuannya untuk mengukur kemampuan siswa.
Pada
teori behavioristik yang berpusat pada perilaku siswa, menggunakan pendekatan
contructivist dan developmental approach. Dimana pada teori behavioristik,
siswa akan mendapatkan reward jika berhasil melakukan sesuatu. Maka penggunaaan
teori behavioristik juga membutuhkan teori cognition information,. Dimana siswa
sebelum melakukan sesuatu, haruslah menggunakan informasi kognitifnya. Sehingga
hasil akhir yang diharapkan adalah pujian atas apa yang telah dilakukannya.
Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan merupakan pembelajaran yang
bermakna (meaningful learning theory).
Pada semua teori berpikir
siswa bisa menggunakan teori pendekatan teknologi. Terutama pada sekolah yang
tinggal di perkotaan sangat memungkinkan menggunakan teknologi yang sudah
sangat maju. Begitu juga pada teori representation dan discovery learning, mempersiapkan
siswa untuk berpikir kritis dan analitis sehingga pengetahuan yang dipelajari
melalui sekolah dapat lebih baik diterapkan ke dunia nyata, melalui teori
pembelajaran PBL dan PBL_math_edu.
Dan
yang terakhir, tentu kita melupakan, bahwa dalam menggunaka semua teori
pembelajaran, lingkungan atau sosial anak sangat mempengaruhi pada proses
pembelajaran itu sendiri. Baik lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat
tinggal siswa. karena lingkungan memberikan pengaruh yang cukup besar pada
pembentukan karakter siswa, terutama dengan adanya pemodelan.
C. SKEMA/ BAGAN/ PETA KONSEP
Skema
alur pikir siswa di atas saya sebut juga sebagai hermeneutika teori berpikir
siswa. Bahwa dalam hermeneutika teori berpikir siswa terdiri dari dua komponen,
yaitu lingkaran, dan spiral teori berpikir siswa. dimana lingkaran
menggambarkan, pembelajaran merupakan
suatu proses transfer ilmu dan pengetahuan antar guru dan siswa, dimana proses
tersebut akan berlangsung secara terus menerus dan akan menjadi suatu siklus.
Pembelajaran tidak hanya akan berlangsung didalam suatu kelas. Pembelajaran
bisa terjadi dimana saja. Suatu pembelajaran tidak akan pernah sama dengan
pembelajaran berikutnya atau sebelumnya.
Spiral
hermeneutika menggambarkan semua teori pembelajaran dengan berbagai pendekatan
baik perkembangan, sosial, maupun teknologi. Dimana dalam membuat atau
mendesain sebuah teori dan menggunakannya dalam pembelajaran, kita harus
memperhatikan aspek yang ada pada diri siswa. antara lain, adalah
karakteristik, kemampuan serta lingkungan sosial anak. Karena tidak semua
daerah atau wilayah bisa menggunakan teori pembelajaran yang sama. Begitu juga
penggunaan teknologi, harus disesuaikan dengan situasi dan tempat
berlangsungnya pembelajaran itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Abras, C.,
Maloney-Krichmar, D., Preece, J. (2004). User-centered design. W. Encyclopedia
of Human-Computer Interaction. Thousand Oaks: Sage Publications. Retrieved
January 25, 2008 from http://www.ifsm.umbc.edu/~preece/Papers/User-centered_design_encyclopedia_chapter.pdf
Anderson,
T. (2004). Chapter 2: Toward a theory of online learning theory and practice of
online learning (Anderson, T., & Elloumi, F., Eds.) (33-59). Retrieved
November 20, 2007, from http://cde.athabascau.ca/online_book/ch2.html
Bates,
Reid. (2004) A critical analysis of evaluation practice: The kirkpatrick model
and the practice of beneficence. Evaluation and Program Planning, 27,
341-347.
Beatty, K. (2002). Describing and enhancing collaboration at
the computer. Canadian Journal of Learning and Technology, 28. Retrieved
February 20, 2007 from http://www.cjlt.ca/content/vol28.2/beatty.html
Bleuel,
D., & Peloso, C. (2002, July 11). Gav and Peloso's interactive story.
Retrieved February 25, 2008, from http://www.nuc.berkeley.edu/~gav/wayfarence/.
Capra,
F. (2005). Complexity and life. Theory, Culture & Society, 22(5), 33-44.
Fraser,
S. W., & Greenhalgh, T. (2001). Coping with complexity: Educating for
capability. BMJ (Clinical Research Ed.), 323(7316), 799-803
Furnish,
T. (2008). Superstory. Retrieved February 28, 2008, from http://www.hungrysoftware.com/#/online/story/.
Chapman,
Alan. (2007) Kirkpatrick’s Learning and Training Evaluation Model. Retrieved
Feb 7, 2009 from http://www.businessballs.com/kirkpatricklearningevaluationmodel.htm
Clark,
Donald. (2007). Instructional system development – evaluation phase. Retrieved
Feb 7, 2009 from http://www.skagitwatershed.org/~donclark/hrd/sat6.html
Crone,
Glen. (2005). Evaluation of executive training. Treasury Board of Canada
Secretariat Retrieved Feb 20, 2009 from http://www.tbs-sct.gc.ca/eval/pubs/eet-efcs/eet-efcs_e.asp
Dearden,
A. (2008, Spring2008). User-Centered Design Considered Harmful (with apologies
to Edsger Dijkstra, Niklaus Wirth, and Don Norman). Information Technologies
& International Development, 4(3), 7-12. Retrieved January 25, 2009, from
Business Source Complete database.
Dick,
Walter. (2002). Chapter 11 Evaluation in instructional design: The impact of
kirkpatrick’s four-level model. In Robert Reiser & John Dempsey (Eds.),
Trends and issues in instructional design and technology (pp. 145-153).
Prentice Hall.
Drexler,
W. (2008, November 26). Networked Student [Video file]. Retrieved from http://www.youtube.com/watch?v=XwM4ieFOotA
Donald
L. Kirkpatrick [image file]. Retrieved Feb 27, 2009 from http://www.amanet.org/editorial/webcast/2007/effective-training.htm
Downes,
S. (2008). Placed to go: Connectivism & Connective Knowledge. Innovate
5 (1). Retrieved from http://www.innovateonline.info/index.php?view=article&id=668
Ertmer,
P. A., Newby, T. J. (1993). Behaviorism, cognitivism, constructivism: Comparing
critical features from an instructional design perspective. Performance
Improvement Quarterly, 6 (4), 50-70.
Four
Levels of Evaluation [image file]. Retrieved Feb 27, 2009 from http://c2workshop.typepad.com/
Gonzalez,
C. (2004). The role of blended learning in the world of technology.
Retrieved from http://www.unt.edu/benchmarks/archives/2004/september04/eis.htm
Graham, G. (2007). Behaviorism. The Stanford Encyclopedia
of Philosophy. Retrieved January 27, 2008 from, http://plato.stanford.edu/archives/fall2007/entries/behaviorism/
Gredler,
M. E. (2005). Learning and instruction: Theory into practice (5th ed.). Upper
Saddle River, NJ: Pearson Education
Heinich,
R., Molenda, M., Russel, J.D., & Smaldino, S.E. (1996). Instructional media
and technologies for learning. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Katz-Hass,
R. & Trutchard, A. (1998). Ten Guidelines for User-Centred Web Design.
Usability Interface, Vol 5, No. 1.
Kaufman,
R., Keller, J. & Watkins, R. (1995). What works and what doesn’t:
Evaluation Beyond Kirkpatrick. Performance and Instruction, 35(2), 8-12.
Kirkpatrick,
D. L. (1996). Techniques for Evaluating training programs. In Donald P. Ely,
& Tjeed Plomp (Eds). Classic writings on instructional technology
(pp.119-141). Libraries Unlimited.
Kumar, M. & Natarajan,
U. (2007) 'A problem-based learning model: showcasing an educational paradigm
shift', Curriculum Journal, 18:1, 89 – 102
Lankshear,
C., & Knobel, M. (2008). The “twoness” of learn 2.0: Challenges and
prospects of a would-be new learning paradigm. Closing keynote presented at the
Learning 2.0: From Preschool to Beyond, Montclair State University, Montclair,
NJ.
Mergel, B. (1998). Instructional design & learning
theory. Retrieved February 18, 2007 from http://www.usask.ca/education/coursework/802papers/mergel/brenda.htm#Behaviorism
Myers, D. G. (1995).
"Psychology: Fourth Edition". New York: Worth Publishers.
Mayer,
R. (2004). "Should there be a three-strikes rule against pure discovery
learning? The case for guided methods of instruction". American
Psychologist 59 (1): 14–19. doi:10.1037/0003-066X.59.1.14.
PMID 14736316.
Norman, D. (1988). The Pychology of Everyday
Things. New York: Doubleday.
Phelps,
R., Hase, S., & Ellis, A. (2005). Competency, capability, complexity and
computers. British Journal of Educational Technology, 36(1), 67-84.
Siemens,
G. (2005). Connectivism: Learning as network-creation. American Society for
Training & Development. Retrieved from http://www.astd.org/LC/2005/1105_seimens.htm
Siemens,
G. (2004). Connectivism: A Learning Theory for the Digital Age.
Retrieved from http://www.elearnspace.org/Articles/connectivism.htm
Siemens,
G. (n.d.). About: description of connectivism. Retrieved from http://www.connectivism.ca/about.html
Siemens,
G. (2006). Connectivism – Learning Theory or Pastime for the Self-Amused?
Retrieved from http://www.elearnspace.org/Articles/connectivism_self-amused.htm
Sloman,
Martyn. (2008). The value of learning. ASTD 2008 International Conference and
Exposition. Retrieved on Feb 15, 2009 from http://www.astd2008.org/PDF/Speaker%20Handouts/ice08%20handout%20M120.pdf
Sungur, S., Tekkaya, C., & Geban, O. (2006). Improving
achievement through problem-based learning. Journal of Biological Education, 40
(4), 155 – 160.
University
of Alberta. Complexity and education. Retrieved February 25, 2008, from http://www.complexityandeducation.ualberta.ca/glossary.htm.
Verhagen,
P. (2006). Connectivism: A new learning theory? Retrieved from http://elearning.surf.nl/e-learning/english/3793
Vianna, E. & Stetsenko, A.(2006). Embracing history through
transforming it: contrasting Piagetian versus Vygotskian (Activity) theories of
learning and development to expand contructivism within a dialectical view of
history. Theory &
Psychology. Sage Publications. Vol. 16(1): 81–108.
Vygotsky, L.S. (1978). Mind and society: The development of higher
mental processes. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Wikipedia.
Evaluation. Retrieved on Feb 27, 2009 from http://en.wikipedia.org/wiki/Evaluation
Wolman, Benjamin B. (1973). Handbook of General
Psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Woolfolk, A. E., Winne, P. H., & Perry, N. E. (2000).
Educational Psychology, Canadian Edition. (pp. 42-48; Cognitive Develoment and
Language). Scarborough: Allyn and Bacon Canada.
0 komentar:
Posting Komentar